Next
Previous
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan
0

Rumah Sederhana Yang Sehat

Posted in ,
Gambar:ilustrasi rumah sederhana.kolomrumah.com
BAB.I. 
PENDAHULUAN

     A.   LATARBELAKANG
    Rumah adalah salah satu  kebutuhan pokok manusia untuk bertempat tinggal dan melindungi seseorang dari pengaruh lingkungan fisik yang berhubungan secara langsung misalnya; hujan, panas matahari, angin dan lain-lain. Sedangkan rumah sehat adalah rumah yang memenuhi persyaratan teknis kontruksi, juga harus di perhatikan persyaratan kesehatan, yang secara teknis disebut hygiene bangunan agar memenuhi kebutuhan akan kondisi tempat tinggal yang sehat dan menyenangkan. ( Daniel harianto)
Rumah sederhana dapat diartikan sebagai rumah yang dapat di beli atau di miliki oleh golongan tingkatan masyarakat terbanyak. Rumah sederhana di sini berarti bagaimana dengan kemampuan terbatas bisa mendapatkan rumah yang paling optimal dalam perencanaan, organisasi, denah, kontruksi, bahan bangunan, dan sebagainya. Jadi tujuan pembangunan rumah sederhana adalah agar masyarakat ekonomi lemah dapat membangun rumah dengan biaya yang murah.( A MUNAWAR )
    B.   RUMUSAN MASALAH.
Dari penjelasan dapat ditarik beberapa pertanyaan:
1.    Bagaimana karateristik bangunan yang memenuhi syarat standar kesehatan.
2.    Bagaimana hubungan antara kontruksi bangunan dengan kesehatan.
3. Melihat kharateristik rumah sederhana yang baik dan memenuhi syarat kesehatan perumahan.
4.    Bagaimana dampak kesehatan yang di timbulkan dari pembangunan rumah sederhana dan PERUMNAS bagi lingkungan sekitar.
    C.   TUJUAN.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.    Untuk mengetahui lebih jauh tentang rumah sederhana.
2.    Sebagai bahan materi kuliah kesehatan lingkungan pemukiman.
3.    Untuk mengetahui manfaat dalam membangun rumah sederhana.
4.    Melihat kharateristik rumah sederhana yang baik dan memenuhi syarat kesehatan perumahan.


BAB.II. 
PEMBAHASAN.
A.PENGERTIAN RUMAH SEDERHANA
            Rumah sederhana dapat diartikan sebagai rumah yang dapat di beli atau di miliki oleh golongan tingkatan masyarakat terbanyak. Rumah sederhana di sini berarti bagaimana dengan kemampuan terbatas bisa mendapatkan rumah yang paling optimal dalam perencanaan, organisasi, denah, kontruksi, bahan bangunan, dan sebagainya. Jadi tujuan pembangunan rumah sederhana adalah agar masyarakat ekonomi lemah dapat membangun rumah dengan biaya yang murah.( Daniel harianto )
Mengingat rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, selain pangan dan sandang, maka hampir setiap keluarga baru akan mendambakan rumah sendiri. Di negara berkembang seperti halnya Indonesia yang banyak penduduknya (lebih dari 200 juta), persoalan ini menjadi sangat serius, khususnya di perkotaan ketika pertambahan penduduk bermuara dari desa/ daerah menuju ke perkotaan karena alasan mencari penghasilan. Akibatnya memang banyak bermunculan perumahan baru yang tidak permanen di kawasan kota, selain perumahan elite yang permanen bagi kalangan masyarakat berpenghasilan menengah atas. Sedangkan di pinggiran kota biasanya banyak perumahan yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.( zulfadli nur ).
Menurut Turner, peran Pemerintah perlu dibedakan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah Pusat sebaiknya dibatasi pada kegiatan pokok yang berdampak nasional, terutama penyusunan berbagai kebijakan nasional, kerangka kelembagaan
(institutional framework), perencanaan pengadaan dan pengelolaan sumber daya manusia, sumber dana, peningkatan teknologi dan pengadaan lahan. Sedangkan
Pemerintah Daerah dibatasi pada pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam, penggalian sumber dana, pengadaan lahan, pengelolaan prasarana air bersih, jalan, listrik, dan lain sebagainya pada skala kota atau daerah agar
masyarakat benar-benar berperan serta dalam pengadaan perumahannya.
 ( zulfadli nur ).

D.   RANCANGAN BANGUNAN RUMAH

Saat sekarang ini, pembangunan perumahan telah menjadi kegiatan industri yang memunculkan banyak keterlibatan para profesional, investor, pedagang bahkan para birokrat. Kegiatan rancang bangun saat ini cenderung hanya memikirkan sisi
profit dalam jangka pendek yang hanya dinikmati oleh kelompok tertentu, namun mengorbankan kelompok lainnya.

Konsep rancang-bangun hendaknya sudah mempertimbangkan aspek keberlanjutan pembangunan, misalnya melalui tindakan untuk meningkatkan kehidupan manusia, efisiensi bahan sumber daya alam, konservasi energi, pertumbuhan ekonomi
masyarakat dan pelestarian alam, sehingga konsep rancang bangun benar-benar diarahkan kepada pembangunan holistik & lintas sektoral.

Selain itu perlu dikembangkan berbagai alternatif konsep rancang-bangun yang bertujuan agar harga kontruksi bangunan dapat terjangkau oleh masyarakat menengah bawah. Pemanfaatan sumber daya manusia setempat dan mengoptimalkan sumber daya alam lokal untuk dikembangkan sebagai bahan bangunan, tentunya akan lebih menguntungkan dalam meraih sasaran jual. Perkembangan teknologi sebenarnya memungkinkan di-kembangkannya suatu sistem membangun rumah secara rakitan (knock-down). ( A. munawar )

Bangunanrumah tinggal sistem rakitan, memungkinkan dikerjakan selama 5 hari, hingga nantinya dihasilkan produk rumah yang cepat, ringan dan harganya murah. Bahan yang digunakan sedapat mungkin bahan yang tipis dan ringan, sehingga mudah dipasang. Sistem pra cetak (pre-cast) merupakan salah satu pilihan tepat yang dapat digunakan sebagai bahan dinding, plat lantai termasuk bahan strukturnya.

Bahan pra cetak dapat dibuat dari bahan dasar beton pada umumnya, namun tidak menutup kemungkinan dimanfaatkannya bahan pozzolan sebagai bahan pengganti semen. Pozzolan dapat diperoleh dari bahan alami (batu batuan, lahar dingin gunung berapi) atau buatan (abu jerami/sekam padi, dll.), dimana pozzolan banyak mengandung silica dalam struktur amorf atau kristal oval yang halus dan tidak mempunyai sifat mengikat atau mengeras tanpa adanya campuran kapur dan air). Alternatif bahan bangunan yang dikembangkan, tentunya harus melibatkan peran
serta masyarakat setempat, sehingga dapat meningkatkan sektor ekonomi mereka. Selain itu pemanfaatan sumber daya alam janganlah sampai merusak lingkungan, seperti misalnya dalam pembuatan batu bata, penggalian pasir, dll. Penggalian sumber daya alam harus disertai analisis mengenai dampak lingkungan, sebab jika tidak akan
menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi keberlanjutan pembangunan (sustainable development) di masa mendatang, diantaranya rusaknya
( multy saddam nirwan )

D. ASPEK KESEHATAN
            Perum Perumnas membenahi sistem kelembagaan dengan manajemen yang lebih terbuka, efektif dan efisien melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia.( zulfadly nur )
Menyiapkan garis besar kebijaksanaan jangka pendek, menengah dan panjang yang dikoordinasikan dengan institusi pemerintah terkait. Banyak produk perundangan yang sudah tidak sesuai lagi, perlu diperbaiki sehubungan dengan perubahan dan perkembangan jaman. Petunjuk peraturan diarahkan pada pe-manfaatan rumah dari unsur kesejahteraan dan pegembangan kekayaan pribadi atau perusahaan semata berubah menjadi wawasan yang dapat mewujudkan pembangunan perumahan sebagai suatu kesatuan ruang, ekonomi, sosial dan ekologi yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam bentuk pengerahan dana dan daya (fund & forces) dalam pengadaan perumahan, sehingga pem-bangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat terlaksana. c. Secara menyeluruh membuat sistem kelembagaan
yang dilakukan secara terpadu, baik di tingkat Pusat maupun Daerah, dimana Pemda sebenarnya memegang peranan dan mempunyai posisi yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan, karena lebih memahami kondisi daerahnya. d.Memperbaiki kinerja agar lebih profit dan profesional melalaui sistem insentif & bonus bagi yang berprestasi dan sanksi-sanksi bagi karyawan atau tim pelaksana yang malas dan tidak produktif.
e. Membuat aturan kerja yang disepakati bersama dengan jelas dan terbuka, dimana karyawan bekerja tanpa adanya unsur paksaan, bahkan
profesi mereka sudah merupakan bagian dari penghidupannya.
f. Menciptakan iklim kompetisi yang sehat tanpa adanya unsur like and dislike.
Mengalihkan kepemilikan atas pelayanan dari masyarakat ke tangan profesional dan birokrat, sebenarnya melemahkan dan merusak rakyat. Ia berpendapat bahwa komunitas memiliki komitmen yang lebih besar terhadap para anggotanya dan lebih memahami masalahnya sendiri ketimbang tenaga profesional di bidangpelayanan (birokrat). Selain itu ternyata komintas masyarakat lebih dapat memecahkan masalah. Untuk itu perlu didukung dan diarahkan suatusistem kelembagaan Perum Perumnas sebagai Badan
Usaha Milik Negara yang mampu melayani masyarakat
dengan melibatkan peran serta masyarakat yang didukung oleh pihak-pihak yang terkait dalam seluruh proses pengadaan perumahan, mulai penyediaan lokasi tanah sampai dengan tahap angsuran dan pemeliharaan rumah dan lingkungannya. Jika itu dilakukan penulis optimis bahwa kepercayaan masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah (sebagai konsumen terbesar Perumnas), akan meningkat kepada Perum Perumnas, sebab mereka merasa ‘dimanusiakan’ atau
‘diperhatikan’ dan diuntungkan, selain keuntungan bagi Perum Perumnas sendiri.
( Daniel harianto ).

PERENCANAAN RUMAH SEDERHANA
Agar perencanaan rumah sederhana berhasil maka harus memperhatikan man faat sebagai berikut:
-       Menggiatkan masyarakat untuk membangun rumah sendiri sesederhana mungkin
-       Memilih bahan bangunan tradisional setempat
-       Menggunakan bentuk dan kontruksi bangunan tradisional setempat
-       Menggunakan teknologi sederhana tang seimbang dengan pertukanagan tradisional setempat.
-       Menghindari peralatan yang harus di impor dan bahan bangunanmenjadi elemen dan rumah-rumah pre-fabriceted.
Oleh karena itu, factor-faktor yang harus di perhatikan adalah SDM , manajement pembangunan, keuangan, peralatan, dan material yang digunakan.
( Daniel Harianto )
C.SOLUSI
Pemeliharaan bangunan rumah dan lingkungannya bukan menjadi tanggung jawab Perum Perumnas, namun demikian hendaknya Perum Perum-nas selalu memberi saran & informasi, bahkan bantuan teknis guna mem-perbaiki rumah dan lingkungannya agar tetap fungsional, asri dan tertata rapi.

BAB.III. 
PENUTUP
A.   Kesimpulan.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat di tarik beberapa kesimpulan
1.    Pada rumah sederhana tahan gempa, tidak perlu menggunakan material-material yang mahal dan sulit didapat. Dengan pengerjaan dan pemahaman yang tepat dapatdipastikan memperkecil resiko kerusakan total bangunan akibat gaya lateral yang ditimbulkan oleh gempa bumi.
2.    Pembangunan perumahan terjadi karena dipengaruhioleh beberapa faktor, diantaranya adalah
a.    faktor kependudukan, pertanahan, daya beli masyarakat,
b.    perkembangan teknologi & industri jasa
c.    konstruksi, kelembagaan, dan peraturan perundangan
3.    perancangan bangunan harus memenuhi kriteria rumah sehat dimana harus memiliki beberapa aspek kesehatan baik yang berhubungan dengan penghuni rumah maupun dengan lingkungan sekitar.
4.    Ada 5 komponen utamamengenai pendanaan dalam pengadaan perumahan, yaitu lahan, prasarana lingkungan, bangunan rumah, pengelolaan serta biaya pinjaman

B.   Saran

a.    Perum Perumnas membenahi sistem kelembagaan dengan manajemen yang lebih terbuka, efektif dan efisien melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
b.    Di dalam membangun rumah, perlu adanya rancangan dan bahan material rumah yang di gunakan yang memenuhi standar keaman dan kenyamanan.


DAFTAR PUSTAKA

a)    Daniel Harianto. Ir. Murdiati Munandar, Dipl.E.Eng., 2000 “Bangunan Tahan Gempa di Lokasi Mitigasi, Liwa, Lampung Barat ”, Jurnal Penelitian Puslitbang Permukiman, Bandung,.
b)    Multy Saddam Nirwan. Imanuel Hutabarat, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi.2005 : 28-34. PERBAIKAN FISIK BANGUNAN DI TINJAU DARI TINGKAT KESEJAHTERAAN PENGHUNI STUDI KASUS: PERUMNAS MANDALA MEDAN.
c)    Zulfadli Nur. YP. Suhodo Tjahyono. Desember 2004.PERUMAHAN BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN MENEGAH KEBAWAH DI PERKOTAAN. Fakultas teknik- Universitas Atmajaya Yogyakarta.

d)    A. munawar. Danoe Iswanto. 1. Maret 2007. KAJIAN TERHADAP STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU RUMAH TAHAN GEMPA BANTUAN P2KP. Jurnal Ilmiah perancangan Kota dan Permukiman.
0

Hubungan Kondisi Rumah Panggung/semi Permanen Dengan Penyakit Ispa

Posted in ,








trauma kecelakaan rumah panggung
Gambar:Ilustrasi rumah panggung

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampa h, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih  Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara.. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur, pemakaian obat nyamuk bakar dan lain-lain.
Sanitasi perumahan merupakan salah satu faktor penyebab penyakit ISPA, Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih sangat tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI,2000). Infeksi Saluran Pernafasan Akut disebabkan oleh virus, bakteri dan riketsia. Pada infeksi saluran pernafasan atas 90% -95% penyebab adalah virus. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam  tubuh dalam hal ini saluran pernafasan dan  berkembang biak sampai menimbulkan gejala penyakit dalam waktu yang berlangsung sampai 14 hari Saat ini penyakit berbasis lingkungan merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Selain ISPA masih banyak penyakit yang disebabkan Oleh kondisi rumah seperti TBC, cacar, influenza, penyakit kulit atau mata,diare dan lain-lain.
B.   Rumusan masalah
1.    Apakah sanitasi rumah secara fisik, dan pencemaran udara dalam rumah berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di rumah tersebut ?
2.    Apakah sanitasi rumah memiliki hubungan dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ispa) pada anak balita?
3.    Apakah ada hubungan kondisi rumah dengan keluhan ispa pada balita?
4.    Apa saja faktor-faktor perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita?
C.   Tujuan penelitian
         1.   Untuk membandingkan hasil penelitian tentang hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada  anak Anak Balita yang dilakukan di berbagai daerah.
         2.   Untuk mengetahui faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita.
         3.   untuk mempelajari hubungan sanitasi rumah secara fisik, pencemaran udara dalam rumah dan pejamu dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita
         4.   Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah (ventilasi, kelembaban dan kepadatan hunian kamar tidur) dan sumber polusi udara dalam ruangan (bahan bakar untuk memasak, kebiasaan merokok, dan penggunaan bahan pengendali serangga) dengan kejadian ISPA pada balita.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Hasil/ data penelitian dan pembahasan
I.      Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian ispa pada balita (Muhammad Nasir /141 2090 198)
1.    Metode penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat observasional dan dilihat dari waktu pelaksanaanya merupakan penelitian cross sectional, serta berdasarkan jenis desain termasuk penelitian analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang mempunyai anak balita di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Kota Surabaya yaitu sebesar 155. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) agar setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi menjadi sampel Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Wawancara ditujukan kepada responden penghuni rumah dengan panduan kuisioner tentang keluhan ISPA.
2.    Hasil penelitian dan pembahasan
Dalam penelitian ada beberapa variable yang ingin dilihat untuk apakah ada hubungan variable tersebut dengan kejadian penyakit ISPA pada balita.
a.    Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada pada continuity chi – square diperoleh nilai p = 0,000 (p < ), berarti ada hubungan antara sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita kurang terdapat sebagian besar responden menderita ISPA (92,6%) dan 2,4 % tidak ISPA.R isiko terjadinya ISPA pada rumah yang sanitasinya kurang adalah hampir 12 lebih banyak dibandingkan yang tidak ISPA.
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Azwar,1990). Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap faktor fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk.
b.    Hubungan Kepadatan Penghuni dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada continuity chi - square diperoleh nilai p = 0,005 (p < ), berarti ada hubungan antara kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini disebabkan rumah yang penghuninya yang padat mempunyai ventilasi yang baik sedangkan pada rumah yang penghuninya tidak padat tapi ventilasinya kurang sehingga kadar oksigen di dalam ruangan menurun.
Kepadatan hunian rumah akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni rumah maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan CO 2 ruangan dan dampak dari peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam rumah.
c.    Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada continuity chi – square diperoleh nilai p = 0,134 (p > ), berarti tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita.
d.    Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada continuity chi – square diperoleh nilai p = 0,179 (p > ), berarti tidak ada hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian ISPA pada balita.
e.    Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada Tabel 5 dibaca pada continuity chi – square diperoleh nilai p = 0,009 (p < ), berarti ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita. Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.
f.     Hubungan Penerangan Alami dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil analisis pada Tabel 6 dibaca pada continuity chi – square diperoleh nilai p = 0,047 (p > ), berarti ada hubungan antara penerangan alami dengan kejadian ISPA pada bali ta. Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami dan buatan. Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban.
II.    hubungan kondisi rumah dengan keluhan ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas tuntungan kecamatan medan tuntungan tahun 2008 (Muh. Fausan Nugraha/141 2090 221)
1.    metode penelitian
Jenis penelitian adalah survai analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 627 orang. Perhitungan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro Yamane, dengan jumlah sampel 86 ibu. Apabila dalam satu rumah terdapat lebih dari satu balita maka diminta informasi tentang balita yang terkecil.
2.    Hasil penelitian dan pembahasan
a.    Karakteristik Responden
Tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah tamat SLTP dan tamat SLTA yaitu 42 orang (48.8%). Responden yang tidak sekolah, dan tamat SD sebanyak 32 orang (37,2%) dan tamat Perguruan Tinggi dan akademi sebanyak 12 orang (14,0%). Pendapatan keluarga responden perbulan Rp. 738.000 – Rp. 1.500.000 terdapat pada 49 keluarga (57,0%). Pendapatan perbulan kurang dari Rp.738.000 terdapat pada 24 keluarga (27,9%), dan pendapatan perbulan lebih dari Rp.1.500.000 terdapat pada 13 keluarga (15,1%).
b.    Karakteristik Balita
Balita perempuan lebih banyak yaitu sebesar 52,3% (45 orang) daripada laki-laki 47,7% (41 orang). Umur balita 0-3 tahun sebesar 66.3% (57 orang) dan yang berumur > 3-5 tahun sebesar 33.7% (29 orang).
c.    Kondisi rumah
Kondisi rumah yang diamati pada penelitian ini adalah ventilasi rumah, kelembaban, dan kepadatan hunian kamar tidur. Variabel ini yang diamati, karena merupakan faktor resiko dan memberikan kontribusi terhadap kejadian ISPA.
Ventilasi adalah luas penghawaan yang permanen yang ada pada rumah minimal 10% dari luas lantai menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/ VII/1999. Ventilasi yang memenuhi syarat (lebih dari10% dari luas lantai) sebanyak 35 rumah (40,7%), dan yang tidak memenuhi syarat (kurang dari10% dari luas lantai) sebanyak 51 rumah (59,3%). Kelembaban adalah kualitas keadaan udara di dalam ruangan rumah, kelembaban yang baik berkisar pada 40% -70%. Pengukuran dilakukan dengan alat higrometer. Hasil pengukuran menunjukkan kelembaban rumah yang memenuhi syarat (40% -70%) yaitu sebesar 43,0% yaitu 37 rumah dan yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 40% dan lebih dari70%) yaitu sebesar 57,0% yaitu 49 rumah.
d.    Pencemaran Udara dalam Rumah
Pencemaran udara dalam ruang meliputi variabel bahan bakar untuk masak, kebiasaan merokok dalam rumah dan bahan pengendali serangga. Varibel ini dipilih karena merupakan faktor resiko dari kejadian ISPA. Bahan bakar untuk memasak adalah jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak, terdiri dari kompor gas/elpiji, kompor minyak tanah, dan kayu. Rumah yang menggunakan kayu bakar untuk memasak ada 48 rumah (55,8%), sedangkan yang menggunakan kompor minyak tanah dan kompor gas ada sebanyak 38 rumah (44,2%)
e.    Keluhan ISPA
Kejadian ISPA pada balita berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping yaitu ibunya. Adapun penentun dilakukan berdasarkan gejala-gejala ISPA ringan yang dikeluhkan seperti batuk, pilek, sakit kepala, sakit tenggorokan, bisa disertai demam dan sesak nafas, dalam 2 (dua) minggu terakhir saat pengambilan data. Balita yang mengalami keluhan sebanyak 57 balita (66,3%), dan yang tidak mengalami keluhan sebanyak 29 balita (33.7%). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan yang banyak menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun.
f.     Hubungan Kondisi Rumah dengan Kejadian ISPA
Hasil uji Chi Square untuk variabel kondisi rumah yang meliputi ventilasi, kelembaban rumah, dan kepadatan hunian kamar tidur dengan keluhan ISPA pada tingkat signifikan 0,05 Hasil uji Chi Square menunjukkan semua variabel mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA. Variabel ventilasi dengan keluhan ISPA didapatkan p = 0,043, kelembaban dengan keluhan ISPA didapat p = 0,003.



III.   Faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian  ISPA pada balita di perumahan nasional (perumnas) mandala, kec percut sei tuan, kabupaten deli serdan (Irwan Rahman/ 141 2090 204)
1.    Bahan dan cara penelitian
Penelitian ini bersifat survei analitik dengan menggunakan metode cross sectionel yang di laksanakan di perumahan nasional (perumnas) mandala, kec percut sei tuan, kabupaten deli serdan pada tahun 2004  dengan populasi yaitu balita sebanyak 4107 orang. Dengan menggunakan rumus minimal sample.
Data diambil dengan wawancara dengan  menggunakan kuesioner, obserpasi dan pengukuran yang selanjutnya dibandingkan dengan  permenkes No. 829/menkes/SK/II/1999. Variable yang diteliti yaitu faktor kesehatan lingkungan perumahan yang meliputi kelembaban ruangan dengan meggunakan hygrometer, suhu ruangan diukir dengan termometer.  Serta melihat ventilisasi rumah.
2.    Hasil dan diskusi
a.    Angka kejadian ISPA pada balita
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa balita yang mengalami ISPA 2 minggi terakhir sebanyak 61 balita (64,9%) dan yang tidak mengalami 33 balita (33,1%). Menurut amin (1989) panyakit ISPA dipengaruhi beberapa faktor seperti kuman penyebab penyakit, kondisi tubuh yang menurun, dan kondisi kesehatan perumahan seperti kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilisasi, pemakaian obat yamuk, pemakaian bahan bakar.
b.    Kondisi kesehatan lingkungan perumahan
Dari hasil penelitian terlihat secara umum kondisi kesehatan lingkungan perumahan yang ditempati balita ini tidak memenuhi syarat kesehatan jumlah rumah yang kondisi kelembabannya yang memenuhi syarat (40-70%) sebanyak 22 rumah (23,4%), suhu ruangan yang memenuhi syarat kesehatan (18-30 c) 37 rumah (39,4 %) ventilasi rumah dan kamar tidur yang memenuhi syarat (10% dari luas lantai). Rumah yang menggunakan obat nyamuk bakar sebanyak 18 rumah (19,1%) yang menggunakan bahan bakar yang memenuhi standar (LPG/gas) sebanyak 29 rumah (39,9%)
c.    Analisis uji statistik regresi logistik
Dalam penelitian ini semua variabel yang diteliti dilakukan uji statistik, dimana diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh signifikan (p>0,05) antara variabel ventilasi kamar tidur, keberadaan rokok dan kondisi dapur dengan kejadian ISPA. Dan variabel yang ada kaitannya secara signifikan dengan penyakit ISPA yaitu, kelembaban, penggunaan obat nyamuk bakar, suhu ruangan, dan kepadatan penduduk.
IV.  Hubungan sanitasi rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ispa) pada anak balita (Danar Yuditira/ 141 2090 250)
1.    Sanitasi fisik dalam rumah
Sub variabel sanitasi fisik yang diteliti adalah ventilasi, kepadatan penghuni rumah, kelembaban, pencahayaan alami , dan suhu. Semua penelitian ini menggolongkan ventilasi menjadi 2 kriteria, yaitu baik jika luas ventilasi  10% luas lantai dan buruk (tidak baik) jika luas ventilasi < 10% luas lantai.
Untuk sub variabel kepadatan penghuni di Desa Sidomulyo Buduran Sidoa rjo (Suryanto, 2003) dan di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Surabaya (Yusuf, 2004) memberi kriteria yang sama, yaitu baik jika luas kamar tidur  8 m2 untuk 2 orang, tetapi penelitian di desa Tual Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara (Toanabun, 2003) memberi kriteria kepadatan penghuni baik jika 1 orang menempati 1,2 m2. Untuk sub variabel kelembaban Suryanto (2003) dan Yusuf (2004) memberi kriteria yang sama yaitu baik bil a kelembaban berkisar antara 40–70% dan buruk jika kelembaban < 40% atau > 70%, sedangkan Toanabun (2003) memberikan kriteria yang berbeda yaitu kelembaban baik jika berkisar antara 20–60% dan buruk jika < 10% atau > 70%. Pencahayaan alami pada penelitian Suryanto (200 3) dianggap baik jika antara 60–120 lux dan buruk jika < 60 lux atau > 120 lux. Pada penelitian Yusuf (2004) pencahayaan alami masuk dalam kriteria baik jika  60 lux dan kurang bila > 60 lux. Kriteria untuk suhu penelitian Toanabun (2003) dianggap baik jika berkisar antara 23-250C dan tidak baik jika suhu < 200C atau > 300C, sedangkan pada penelitian Yusuf (2004) suhu baik bila 18-300C, serta kurang baik bila < 180C atau > 300C. Pada Tabel 1 digambarkan distribusi sanitasi fisik pada masing-masing daerah penelitian.
2.    kejadian ispa
Di lokasi penelitian tersebut dapat diketahui bahwa persentase kejadian ISPA pada responden lebih besar jika dibandingkan yang tidak menderita ISPA. Persentase kejadian ISPA di tiga daerah penelitian > 50%. Kejadian ISPA di Desa Sidomulyo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo memiliki angka yang tertinggi jika dibandingkan dengan dua lokasi penelitian yang lain. Hal ini dimungkinkan karena di Kecamatan Buduran Sidoarjo dekat dengan daerah industri. Penelitian Sharma et al (1998) menyebutkan bahwa anak-anak dan wanita di daerah urban lebih sering terpapar polusi dari industri dan kendaraan bermotor yang dihubungkan dengan gejala penyakit pernafasan.
3.    perbedaan sanitasi fisik dan kejadian ispa pada anak balita

Tabel hasil penelitian sanitasi fisik dan kejadian ISPA pada anak balita.


Sanitasi fisik rumah
Kejadian ISPA
Tual
(toanabu,2003)
Sidomulyo (suryanto,2003)
Panjaringan sari (yusuf,2003)
Nilai p
Nilai p
Nilai p
ventilasi
0,029
0,025
0,009
Kelembaban
0,008
0,293
0,000
Kepadatan penghuni
0,032
0,009
0,005
Pencahayaan alami
-
0,027
0,047
suhu
0,002
-
0,134

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Dengan adanya ventilasi yang baik maka udara segar dapat dengan mudah masuk ke dalam rumah. Terdapat persamaan hasil yang signifikan antara kejadian ISPA pada anak Balita dengan kelembaban pada penelitian di Tual dan Penjaringan Sari.
1.    hubungan sanitasi fisik dan kejadian ispa pada anak balita
dari hasil penelitian dapat dibaca bahwa ada hubungan antara sanitasi fisik yang berupa ventilasi, pencahayaan alami dan kepadatan penghuni dengan kejadi an ISPA pada anak Balita menunjukkan hubungan yang lemah karena nilai koefisien kontingensinya < 0,5.
III.   kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman (Taufik Rasyid/141 2090 212 )
1.    Sindroma gedung sakit
sindroma gedung sakit (sick building syndrome) adalah kumpulan gejala yang dialami oleh sese orang yang bekerja di kantor atau tinggal di apartemen dengan bangunan tinggi dimana di dalamnya terjadi gangguan sirkulasi udara yang menyebabkan keluhan iritasi dan kering pada mata, kulit, hidung, tenggorokanm disertai sakit kepala, pusing, rasa mual, mu ntah, bersin dan kadang disertai nafas sesak.
2.    Persyaratan kesehatan perumahan Dan lingkungan pemukiman
Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai be rikut :
1.    Lokasi
2.    Kualitas udara
3.    Kebisingan dan getaran
4.    Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
5.    Prasarana dan sarana lingkungan
6.    Vektor penyakit
7.    Penghijauan
Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/ Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1.    Bahan bangunan
2.    Komponen dan penataan ruangan
3.    Pencahayaan
4.    Kualitas udara
5.    Ventilasi
6.    Vektor penyakit
7.    Penyediaan air
8.    Sarana penyimpanan makanan
9.    Pembuangan Limbah
10. Kepadatan hunian

A.   Aspek kesehatan atau penyakit
Dari beberapa jurnal diatas, setelah kita kaji lebih dalam terdapat banyak kesamaan, apalagi variabel yang diteliti hampir sama. Dari pembahasan diatas variabel yang diteliti yaitu ventilisasi, kepadatan penduduk, kelembaban ruangan, suhu, penggunaan obat nyamuk, bahan bakar yang digunakan untuk memasak, kesehatan dan kebersihan ligkungan, serta kepadatan penduduk.
Ternyata setelah diadakan penelitian terkait variabel diata, maka apabila tidak memenuhi standar atau syarat kesehatan maka dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti ISPA, TBC, cacar, influenza, penyakit kulit atau mata,diare dan lain-lain.
B.   Solusi
Dari hasil pengamatan diatas, mulai dari pariabel yang di teliti hingga penyakit yang ditimbulkan, maka solusi yang tepat yaitu:
1.    Pengadaan ventilisasi yang baik
2.    Usahakan ada penyinaran secara alami, masuknya sinar matahari kedalam ruangan, karena sinar mata hairi dapat membunuh kuman, bakteri dan virus peyebab penyakit, dan mempertahankan ruangan agar tidak lembab.
3.    Kurangi penggunaan obat nyamuk bakar dan bahan bakar dari kayu
4.    Kondisi lingkungan harus tetap terjaga kebersihannya
5.    Bagi rumah dengan kelembaban, suhu, dan penerangan alami yang kurang baik ukuran dan letaknya, diharapkan bisa menambah genting kaca serta memperbaiki plafon, dan membuka pintu dan jendela setiap pagi hari.
6.    Bagi keluarga dengan rumah yang luas tapi padat penghuni di kamar balita agar memanfaatkan ruangan yang lain yang dapat digunakan sebagai kamar tidur.
(solusi permasalahan dari jurnal: Muh. Nasir, irwan rahman, Danar yudistira, Muh. Fausan, taufiq Rasyid)
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpula
Dari hasil pembahasan diatas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa, ternyata penyakit ISPA dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ventilisasi, kepadatan penduduk, kelembaban ruangan, suhu, penggunaan obat nyamuk, bahan bakar yang digunakan untuk memasak, kesehatan dan kebersihan ligkungan, serta kepadatan penduduk. Selain dari penyakit ISPA, apabila kesehatan lingkungan tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti , TBC, onfluensa, diare, penyakit kulit dan mata, dan lain-lain.
B.   Saran /solusi
dari kesimpulan pembahasan diatas, kami sudah meliahat hubungan antara variabel yang diteliti dengan kejadian penyakit khususnya penyakit ISPA, maka ada beberapa saran dan solusi yang kami tawarkan yaitu:
1.    Ventilisasi harus tetap dijaga dan sesuai dengan syarat rumah sehat.
2.    Usahakan ada penyinaran secara alami, masuknya sinar matahari kedalam ruangan, karena sinar mata hairi dapat membunuh kuman, bakteri dan virus peyebab penyakit, dan mempertahankan ruangan agar tidak lembab.
3.    Kurangi penggunaan obat nyamuk bakar dan bahan bakar dari kayu.
4.    Kondisi lingkungan harus tetap terjaga kebersihannya agar penyakit tidak mudah menyebar dan menular. (dari jurnal: Muh. Nasir, irwan rahman, Danar yudistira, Muh. Fausan, taufiq Rasyid)

DAFTAR PUSTAKA
1.    Muhammad Nasir: Nur Achmad Yusup dan Lilis Sulistyorini, 2005.  hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian ispa pada balita. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR.
2.    Muh. Fausan Nugraha: Evi Naria, Indra Chahaya dan Asmawati, 2008. hubungan kondisi rumah dengan keluhan ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas tuntungan kecamatan medan tuntungan tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3.    Irwan Rahman: indra chahaya s. Nurmaini, 2005.  Faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian  ISPA pada balita di perumahan nasional (perumnas) mandala, kec percut sei tuan, kabupaten deli serdan. Departemen kesehatan lingkungan, fakultas kesehatan masyarakat USU.
4.    Danar Yudistira: Triska Susila Nindya  dan Lilis Sulistyorini.2005, hubungan sanitasi rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ispa) pada anak balita. Kesehatan lingkungan FKM universitas airlangga.
5.    Taufik Rasyid:  Soedjajadi Keman, 2005, kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Bagian Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Airlangga.