MAKALAH PERUBAHAN DAN KESEIMBANGAN ORGANISASI
Posted in Administrasi Kesehatan, makalahGambar: ilustrasi. |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Organisasi sebagai suatu wadah yang menampung individu-individu untuk mewujudkan satu visi dan misi yang disepakati bersama. Organisasi senatiasa berjalan dengan tiga opsi, yaitu opsi maju, mundur, dan stagnan. Ketiga opsi tersebut secara teoritis tidak terlalu jelimet. Namun, praktiknya yang kerapkali menimbulkan sebuah usaha decode prediction di luar perkiraan.
Secara kosmologis, seluruh komponen kehidupan senantiasa meyakini perubahan. Termasuk pada usaha, bisnis atau sebuah organisasi. Mengutip pernyataan Jack Wick dalam artikelnya yang berjudul “A Master of Medical Change” berbunyi :“Orang selalu bertanya, apakah perubahan organisasi telah usai? dapatkah kita berhenti sekarang? Anda harus mengatakan ‘tidak, perubahan baru saja dimulai’ mereka harus mulai menyadari bahwa perubahan tidak pernah selesai. Para pemimpin harus menciptakan suatu atmosfir yang memungkinkan anak buahnya memahami bahwa perubahan merupakan proses yang berkelanjutan.Rumusan masalah dari penulisan makalah ini menyatakan tentang pentingnya perubahan organisasi apabila itu dipandang dan dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan produktivitas organisasasi. Namun, penulis juga merasa penting untuk juga memaparkan beberapa hal yang perlu dilakukan dan dihidari baik itu dalam penulisan secara eksplisit maupun implisit.Secara teori, memang setiap perubahan selalu mengarah pada dua kemungkinan utama, yaitu berubah semakin baik dan berubah menjadi jelek. Kalau dipandang dari sudut pandang filosofi organisasi, perubahan tidak bisa dihidari, walaupun stigma gagal atau sukses selalu dianggap sebagai kemestian yang akan datang. Dalam berorganisasi, eksistensi seperti roda yang kadang ada dibawah, dan kadang ada diatas. Otomatis, semakin besar suatu organisasi, semakin kompleks pula struktur dan sistem kerjanya dan semakin berpeluang menghasilkan produktifitas melalui prigresifitas yang mampuni.Namun, keberadaan sesuatu yang kompleks membutuhkan kinerja dan loyalitas yang tinggi pula. Mengutip pepatah perancis yang berbunyi “corruptio optimi de pessima” yaitu kesalahan dari sesuatu yang terbaik adalah bencana.
Oleh karena itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah memperkenalkan apakah itu perubahan organisasi dan bagaimana mengolahnya menuju progresivitas yang berkelanjutan
Secara kosmologis, seluruh komponen kehidupan senantiasa meyakini perubahan. Termasuk pada usaha, bisnis atau sebuah organisasi. Mengutip pernyataan Jack Wick dalam artikelnya yang berjudul “A Master of Medical Change” berbunyi :“Orang selalu bertanya, apakah perubahan organisasi telah usai? dapatkah kita berhenti sekarang? Anda harus mengatakan ‘tidak, perubahan baru saja dimulai’ mereka harus mulai menyadari bahwa perubahan tidak pernah selesai. Para pemimpin harus menciptakan suatu atmosfir yang memungkinkan anak buahnya memahami bahwa perubahan merupakan proses yang berkelanjutan.Rumusan masalah dari penulisan makalah ini menyatakan tentang pentingnya perubahan organisasi apabila itu dipandang dan dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan produktivitas organisasasi. Namun, penulis juga merasa penting untuk juga memaparkan beberapa hal yang perlu dilakukan dan dihidari baik itu dalam penulisan secara eksplisit maupun implisit.Secara teori, memang setiap perubahan selalu mengarah pada dua kemungkinan utama, yaitu berubah semakin baik dan berubah menjadi jelek. Kalau dipandang dari sudut pandang filosofi organisasi, perubahan tidak bisa dihidari, walaupun stigma gagal atau sukses selalu dianggap sebagai kemestian yang akan datang. Dalam berorganisasi, eksistensi seperti roda yang kadang ada dibawah, dan kadang ada diatas. Otomatis, semakin besar suatu organisasi, semakin kompleks pula struktur dan sistem kerjanya dan semakin berpeluang menghasilkan produktifitas melalui prigresifitas yang mampuni.Namun, keberadaan sesuatu yang kompleks membutuhkan kinerja dan loyalitas yang tinggi pula. Mengutip pepatah perancis yang berbunyi “corruptio optimi de pessima” yaitu kesalahan dari sesuatu yang terbaik adalah bencana.
Oleh karena itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah memperkenalkan apakah itu perubahan organisasi dan bagaimana mengolahnya menuju progresivitas yang berkelanjutan
1.2 Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud perubahan organisasi?
2. Apa faktor yang menyebabkan sehingga organisasi melakukan perubahan?
3. Apa strategi dalam melakukan perubahan organisasi?
4. Apa hambatan dalam melakukan perubahan?
5. Penolakan terhadap perubahan?
6.Bagaimana pemimpin mengelola perubahan organisasi?
7. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan organisasi?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa yg dimaksud dengan perubahan organisasi.
Untuk mengetahui factor penyebab sehingga organisasi melakukan perubahan
Untuk mengetahui strategi dalam melakukan perubahan
Untuk mengetahui hambatan dalam melakukan perubahan organisasi
Untuk mengetahui penolakan terhadap perubahan
Untuk mengetahui bagaimana pemimpi mengelola perubahan organisasi
Untuk mengetahui apa yg dimaksud dengan keseimbangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian perubahan organisasi
Perubahan atau berubah secara etimologis dapat bermakna sebagai usaha atau perbuatan untuk membuat sesuatu berbeda dari sebelumnya. Dalam istilah perubahan organisasi, dikenal istilah senada yaitu change interventation; sebuah rancangan aksi atau tindakan untuk membuat inovasi merubah sesuatu menjadi berbeda. Dan change again; individu atau kelompok yang bertindak sebagai katalis atau suatu sekte yang bertanggung jawab untuk melakukan manajemen dan menentukan prosedur kerja kedepan. Perubahan organisasi akan mengarah kepada opsi mundur, apabila system perencanaan yang ada didalamnya baik satu ataupun banyak komponen yang menyusun mengalami disfungsi. Konsekuensinya akan tampak pada meredupnya kegiatan tanpa ada alasan yang jelas dan timbulnya kesenjangan di dalam organisasi . untuk hal yang paling tampak adalah pada administrasi yang tumpang tindih dan tidak sesuai dengan AD/ART organisasi. Perubahan organsasi akan mengarah pada opsi stagnan, apabila terjadi gangguan sistem organisasi yang tidak ditangani secara serius oleh kolektif. Sebenarnya banyak factor yang menyebabkan stagnansi. Namun yang paling gencar terjadi ada dua yaitu, ketidak sesuaian itu sendiri dan munculnya satu kejadian atau satu system yang tidak diduga sebelumnya. Seperti sekelompok pengelola perusahaan yang kaget terhadap inflasi saham yang dialami oleh perusahaannya masing – masing.
Perubahan organisasi akan mengarah pada opsi maju apabila ada kesinambungan yang harmonis antara system dan pelaksananya. Suasana yang berlangsung pada sisterm tersebut tertata dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur atau membuat inovasi yang koorperatif satu sama lain. Contohnya, apabila sebuah perusahaan mengalami kenaikan saham pada suatu periode hal itu tidak lepas dari rancangan POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) yang mapan. Apabila perencanaan sebuah organisasi mapan, namun kontrolingnya lemah, maka kenaikan saham akan terjadi kalau ada keberuntungan saja.
Perubahan organisasi akan mengarah pada opsi maju apabila ada kesinambungan yang harmonis antara system dan pelaksananya. Suasana yang berlangsung pada sisterm tersebut tertata dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur atau membuat inovasi yang koorperatif satu sama lain. Contohnya, apabila sebuah perusahaan mengalami kenaikan saham pada suatu periode hal itu tidak lepas dari rancangan POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) yang mapan. Apabila perencanaan sebuah organisasi mapan, namun kontrolingnya lemah, maka kenaikan saham akan terjadi kalau ada keberuntungan saja.
2.2 faktor penyebab melakukan perubahan organisasi
Ø Lingkungan
Perubahan organisasi seringkali dirangsang oleh perubahan lingkungannya. Lingkungan umum organisasi dalam masyarakat meliputi faktor-faktor: teknologi, ekonomi, hukum, politik, kependudukan, ekologi, dan kebudayaan. Perubahan disini tampaknya akan semakin pesat. Dalam lingkungan umum, masing-masing organisasi memiliki rangkaian tugas yang jelas yang berfungsi dalam menentukan keputusan. Banyak sekali perusahaan yang melakukan perubahan oleh karena desakan dari lingkungannya, baik itu perubahan dari segi organisasi, produk, sistem dan lainnya.
Ø Sasaran dan Nilai
Dorongan lain untuk melakukan perubahan berasal dari perubahan dari sasaran organisasi. Perubahan apa yang dianggap baik dan benar (nilai) juga penting, karena menyebabkan perubahan sasaran. Atau jika sasaran tetap konstan, perubahan nilai dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku yang dianggap sesuai. Melaksanakan perubahan dengan menilai kembali perbandingan nilai-nilai dari berbagai pekerjaan akan sangat berpengaruh terhadap organisasi kerja. Dimana segala sesuatu harus ditanggapi berdasarkan nilai-nilai yang ada.
Ø Teknik
Sistem teknik jelas merupakan suatu sumber perubahan organisasi. Contoh yang dramatis adalah metode-metode baru untuk mengolah material dan atau informasi. Mekanisasi, otomatisasi dan komputerisasi berpengaruh luas dalam organisasi. Perubahan teknik ini meliputi bentuk/fungsi suatu produk atau desain produk maupun jasa-jasa, disamping proses transformasi yang dipakai oleh organisasi tersebut. Peramalan teknologi telah semakin mendapat perhatian sebagai usaha organisasi untuk menghadapi lingkungan yang tidak pasti dan dinamis.
Ø Stuktur
Sumber lain yang menjadi dorongan dalam perubahan organisasi ini adalah sub-sistem struktur. Perubahan-perubahan ini jelas berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam berbagai subsistem lainnya. Organisasi besar seringkali memakai perubahan struktur untuk mengurangi besarnya unit operasi dan mengatasi kecenderungan birokratis. Perubahan demikian dapat berpengaruh luas dan lama. Perubahan struktur suatu organisasi biasanya menimbulkan banyak penyesuaian dalam seluruh sistem. Perubahan internal panitia, satuan tugas, format organisasi, dan
manajemen program, memberikan dorongan untuk melakukan perubahan dalam organisasi secara keseluruhan. Manajerial Dalam kegiatan pengawasan dan perencanaan, peranan manajer adalah mempertahankan keseimbangan dianamis antara kebutuhan dan stabilitas dan kontinuitas organisasi dengan kebutuhan akan adaptasi dan innovasi. Dalam banyak organisasi, manajer menghadapi pesatnya perubahan, baik dalam suprasistem lingkungan luar maupun dalam subsistem-subsistem organisasi internal yang mempengaruhi proses manajerial. Jadi, kalau menurut pandangan kontingensi perlu membuat pilihan strategis akan suatu perubahan yang akan dibuat oleh seorang manajer atau pihak manajemen yang dapat menanggapi kebutuhan spesifik dalam keadaan tertentu.
Ø Konsultan
Dorongan kuat untuk perubahan organisasi juga datang dari para konsultan. Banyak surat pos, majalah niaga, atau iklan publikasi dagang, membawa pesan bahwa organisasi membutuhkan bantuan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dibutuhkan. Adakalanya konsultan digambarkan sebagai jawaban atas yang mencari pertanyaan atau pemecahan yang mencari persoalan. Jadi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk berkembangnya organisasi bisa dikonsultasikan kepada konsultan perusahaan.
Setidaknya terdapat tiga faktor yang mendorong terjadinya perubahan organisasi (Soerjogoeritno; 2004). Pertama, sejumlah ketidakpuasan dengan kondisi sekarang. Semakin besar rasa ketidakpuasan dengan kondisi sekarang, akan semakin mendorong untuk melakukan perubahan. Kedua, ketersediaan alternatif yang diinginkan. Semakin banyak alternatif yang tersedia yang lebih layak untuk memperbarui kondisi sekarang menuju kondisi yang lebih baik maka semakin menguntungkan bila melakukan perubahan. Ketiga, adanya suatu perencanaan untuk mencapai alternatif yang diinginkan. Bila ada perencanaan yang baik dan sistematis berarti semakin terbuka peluang melakukan perubahan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah pengorbanan yang dikeluarkan akan sebanding dengan hasil yang didapat jika perubahan dilakukan?. Jika hasil melebihi pengorbanan maka proses perubahan akan lebih mudah dilakukan. Namun sebaliknya, jika keuntungan tidak sebanding pengorbanan, maka perubahan akan menemui hambatan.
Organisasi akan menghadapi masa-masa pertumbuhan, puncak dan akhirnya mencapai masa-masa penurunan
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa melakukan perubahan tidak perlu menunggu sampai saat-saat krisis. Perubahan terbaik justru seharusnya dilakukan pada saat-saat perusahaan sedang mengalami peningkatan. Karena pada saat itulah perusahaan mempunyai rasa percaya diri yang besar, serta sumber daya yang tangguh. Namun kondisi seperti itu sulit mendorong organisasi untuk berubah karena organisasi merasa nyaman menikmati keberhasilannya. Karena perubahan dilakukan pada masa jaya, penolakan perubahan (resistance to change) akan muncul sangat kuat. Karena berada pada posisi pertumbuhan, maka kebanyakan anggota organisasi akan merasa puas. Mereka beranggapan bahwa keuntungan atau benefit yang akan diperoleh tidak sebanding dengan pengorbanan yang mereka lakukan.
2.3 Strategi Melakukan Perubahan
Strategi perubahan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu: Transformasional Management, Turnaround Management, dan Crisis Management.
Perubahan Transformasional dapat disamakan dengan apa yang dikatakan Grener (1998) sebagai perubahan yang mempunyai sifat Evolusioner, yaitu perubahan yang dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang lama, serta menekankan pada proses dalam pelaksanaan pekerjaan dan perubahan perilaku dalam jangka panjang (Ulrich; 1996). Strategi transformasi muncul sebagai antisipasi perubahan sebelum terjadinya tuntutan akan perubahan.
Menurut Kasali (2005), strategi transformasi biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat atau masa tumbuh. Tanda-tanda terjadinya penurunan atau yang kurang menggembirakan hanya nampak sedikit saja bahkan tidak nampak sama sekali. Dibutuhkan pengindraan yang tajam (visi) bahkan pengendusan sebelum sebuah kejadian besar meledak di depan mata. Strategi yang kedua, yaitu strategi turnaroud merupakan strategi yang sering dilakukan oleh para pelaku usaha. Strategi ini muncul sebagai reaksi dari setiap kejadian atau respon dari signal atau tanda-tanda yang semakin jelas. Pada kondisi ini, tanda-tanda terjadinya penurunan mulai nampak, namun organisasi masih mempunyai sumberdaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan.
Manajemen krisis sebagai strategi yang ketiga, biasanya dilakukan jika perusahaan sudah memasuki masa krisis yang identik dengan korban, konflik, kerugian, dan kerusakan-kerusakan. Pada fase ini organisasi telah hampir kehilangan semua energi. Ada kemungkinan orang-orang yang jernih dan punya keberanian akan tampil mengambil kesempatan, memimpin, dan mengembalikan krisis pada keteraturan. Manajemen krisis biasanya melakukan perubahan-perubahan yang sangat mendasar namun lebih dulu melakukan langkah-langkah penyelamatan.Implementasi ketiga strategi tersebut ke dalam tindakan strategis tidak dapat dibedakan secara hitam putih. Kadang kala muncul berbagai kombinasi antara strategi yang satu dengan yang lainnya.
2.4 Hambatan Dalam Melakukan Perubahan.
Principle and Practice organisasi pada dasarnya mengalami hambatan dalam perubahan apabila kurang Pengalaman Acapkali dalam melakukan pekerjaan karyawan yang pertama kali memulai kerja mengalami gugup pada saat awal – awal. Dengan alasan tersebut, banyak lapangan pekerjaan yang mensyaratkan pelamarnya berpengalaman. Secara teori, orang yang berpengalaman akan lebih mudah dan lancar dalam pekerjaannya. Namun kekurangan pengalaman itu justru menjadi hambatan untuk menciptakan organizational development. Sebab, dalam proses menuju perkembangan biasanya akan ditemukan hal – hal yang baru dan sering mengecoh atau bisa – bisa mengocek kantong sia – sia. Terpaku Pada Kesalahan Artinya, ketika perusahaan melakukan evaluasi, biasanya muncul statmen -statmen yang menyatakan kekurangan – kekurangan yang terjadi. Apa bila kita hanya terpaku pada kesalahan – kesalahan tersebut, hal itu akan menghambat untuk melakukan planning progress untuk mengembangkan dan membangun organisasi.
2.5 Penolakan Terhadap Perubahan
Penolakan terhadap perubahan merupakan suatu yang sering terjadi dan bersifat alamiah. Banyak hal yang menjadi alasan mengapa mereka lebih suka mempertahankan status quo yang ada dan menolak untuk melakukan perubahan. Menurut Kerr (Hani dan Reksohadiprodjo; 1997) penyebab timbulnya penolakan tersebut meliputi: kepentingan pribadi, adanya salah pengertian, norma, keseimbangan kekuatan serta adanya berbagai perbedaan seperti nilai, tujuan, dan lain sebagainya.
Adanya rasa kehilangan rasa nyaman, kekuasaan, uang, keamanan serta identitas dan keuntungan-keuntungan lain yang ditimbulkan adanya perubahan akan menimbulkan penolakan. Selain itu, salah pengertian sebagai akibat salah informasi menjadikan orang enggan untuk menerima perubahan. Hal ini dikarenakan mungkin mereka merasa tidak diikutkan dalam diskusi dan penyusunan rencana perubahan. Mereka tidak mengetahui tujuan, proses, dan akibat potensial yang ditimbulkannya. Lebih jauh lagi, aturan-aturan serta norma-norma yang sudah tertanam kuat juga akan menghambat adanya suatu perubahan. Mereka mungkin mereka takut atau menyangsikan bahwa perubahan akan meninjadikan keadaan menjadi lebih baik. Kurang adanya rasa kesadaran dan kepercayaan dari pihak-pihak yang menolak adanya perubahan.
Sedangkan Quirke (1996), dalam Soerjogoeritno (2004), mengidentifikasi beberapa penyebab adanya penolakan terhadap perubahan, diantaranya adalah: 1) Kurangnya atau tidak adanya pemahaman akan kebutuhan untuk berubah, 2) Kurangnya atau tidak kondusifnya konteks atau lingkungan perubahan, 3) Adanya pemahaman bahwa perubahan yang akan dilakukan tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai dasar organisasi, 4) Kesalahan dalam memahami perubahan dan implikasi-implikasinya, 5) Adanya pemahaman bahwa perubahan yang akan dilakukan bukanlah merupakan pilihat terbaik bagi organisasi, 6) Tidak adanya kepercayaan atau keyakinan terhadap orang-orang yang mengajukan rencana perubahan, 7) Tidak adanya keyakinan terhadap keseriusan orang-orang yang memimpin perubahan, dan 8) Adanya konsepsi bahwa perubahan tidak dilakukan secara adil.
2.6 Pemimpin Mengelola Perubahan Organisasi.
Setiap keinginan atau inisiatif untuk berubah, hanya timbul dari kesadaran akan pentingnya suatu perubahan. Keinginan ini kadang timbul hanya pada segelintir orang saja dalam organisasi. Akan muncul seorang pencetus yang akan memulai dan mungkin memimpin proses perubahan tersebut. Akan ada upaya untuk mengajak anggota lain melakukan perubahan. Hal ini memungkinkan perubahan dapat diakui sebagai suatu keharusan oleh seluruh anggota organisasi. Tetapi keinginan ini pasti akan menimbulkan penolakan terhadap perubahan. Bila keinginan dan kebutuhan untuk berubah tersebut kuat maka penolakan tersebut akan diupayakan untuk dieliminir.
Dengan lebih dulu mengupayakan penyadaran dan mengeliminir penolakan maka proses dalam mengelola perubahan akan lebih mudah dilaksanakan. Proses selanjutnya adalah adanya persetujuan mengenai tipe perubahan yang dibutuhkan, mengidentifikasi dan mengembangkan critical success factor, penyediaan sistem dan struktur, dan akhirnya akan menimbulkan suatu pengembangkan strategi. Strategi yang telah dibuat kemudian diimplementasikan, dikontrol, dan diukur tingkat keberhasilannya. Berdasarkan hasil pengukuran, hal tersebut kemudian dievaluasi untuk digunakan sebagai learning pada proses selanjutnya.
Berdasarkan proses perubahan yang terjadi, dapat diidentifikasi sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pengelolaan perubahan. Menurut Ulrich (1996), kunci sukses dalam mengelola perubahan organisasi, adalah: 1) Leading change merupakan orang yang mensponsori perubahan dan memimpin proses perubahan tersebut, 2) Creating a share need. Menyakinkan individu, mengapa mereka harus berubah dan kebutuhan kebutuhan untuk berubah lebih besar dibandingkan penolakan yang dilakukan, 3) Shaping a vision, yaitu mengatasi hambatan untuk berubah, 4) Mobilizing commitment merupakan identifikasi, mengikat dan membela kepentingan stakeholder yang harus diperhatikan dalam mengelola perubahan, 5) Changing system and structure. Menggunakan fungsi human resource dan manajemen (stafffing, development, appraisal, rewards, organization design, communication, systems dan sebagainya) untuk menyakinkan bahwa perubahan dibangun dalam infrastruktur organisasi, 6) Monitoring process. Menetapkan benchmark, milestone dan eksperimen yang dapat mengukur dan menunjukkan proses perubahan tersebut, dan 7) Making change last. Meyakinkan bahwa perubahan terjadi melalui implementasi perencanaan, pemikiran dan komitmen.
LEADING CHANGE SEBAGAI KUNCI UTAMA
Kehadiran seorang change agent yang akan memimpin proses perubahan organisasi merupakan faktor yang paling esensial dalam menentukan sukses tidaknya suatu organisasi menghadapi perubahan. Tanpa pemimpin maka proses perubahan tersebut akan menjadi tidak teratur dan kehilangan arah. Kehadiran seorang change leader ini dapat muncul dari orang dalam maupun luar organisasi.
Moran dan Brightman (2000) berpendapat bahwa untuk menjadi seorang change leader yang efektif seorang pemimpin harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Mengetahui gambaran mengenai perubahan secara menyeluruh serta mengetahui dampaknya terhadap individu-individu dalam organisasi. Mampu mendorong anggota untuk menyesuaikan diri dengan perubahan baru yang terjadi dan mampu menyediakan sumber daya yang diperlukan, 2) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan individu untuk mencoba perubahan yang terjadi, mendorong semangat, mempunyai pengalaman dengan cara-cara baru yang dioperasikan dan mampu mendobrak budaya yang telah mengakar, 3) Memimpin usaha untuk berubah dalam setiap kata-kata dan tindakannya. Bertanggung jawab pada pelaksanaan proses kinerja yang telah berlangsung dan mengidentifikasi penolakan yang potensial muncul, 4) Menunjukkan dedikasi yang kuat untuk melakukan perubahan. Fokus pada hasil maupun proses, menganalisis kesalahan, menentukan mengapa hal tersebut terjadi dan berani untuk mencoba, dan 5) Berinteraksi pada individu-individu dan group-group dalam organisasi, Mampu menerangkan siapa, apa, kapan, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan.
Menurut Ulrich (1996), dalam proses perubahan organisasi seorang change leader harus mampu menjadi seorang champion, yaitu harus mampu menyebarkan visinya dan mendorong individu mencapai visi tersebut. Mampu berperan tidak hanya sebagai knowledge worker tetapi juga sebagai knowledge broker. Change leader harus mau dan mampu menyebarkan knowledge kepada anggota lainnya. Seorang pemimpin perubahan juga dituntut untuk mampu menjadikan orang lain sebagai pemimpin.
CREATING SHARE NEED: MEMBANGUN KESIAPAN MENGHADAPI PERUBAHAN
Michael Beer (1987) memberikan saran mengenai kondisi yang harus juga diperhatikan dalam mempersiapkan perubahan organisasi. Kondisi tersebut meliputi adanya dissatisfaction mengenai status quo anggota yang harus mengubah perilaku mereka. Membangun kesiapan untuk berubah, tergantung pada rasa membutuhkan adanya perubahan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat dan menumbuhkan rasa tidak puas dengan adanya status quo dan memotivasi mereka untuk mencoba sesuatu yang baru. Membangkitkan perasaan bersalah dan tertinggal, dengan menyadarkan bahwa kinerja saat ini masih jauh dari harapan. dan memberi gambaran yang lebih luas mengenai kinerja yang seharusnya dapat dicapai pada masa yang akan datang. Proses dalam membangun motivasi dan kesiapan ini dinamai Kurt Lewin sebagai proses unfreezing.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Berr (1987) survey yang dilakukan secara berturut-turut dapat membantu mengembangkan rasa tidak nyaman dengan adanya status quo. Survey yang dilakukan untuk menilai sikap bawahan terhadap manajer mereka dapat meningkatkan dissatisfaction pada gaya kepemimpinan manajer. Beer juga menyimpulkan bahwa data feedback dan diskusi merupakan kunci sukses dalam mengembangkan kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan.
SHAPING A VISION SEBAGAI UPAYA MENGURANGI PENOLAKAN DAN HAMBATAN TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI
Hal yang paling penting untuk digarisbawahi adalah penolakan terhadap perubahan merupakan suatu yang tidak dapat dihindari. Sikap penolakan yang ditimbulkan hanya bisa direduksi. Seperti yang dikutip dalam Kasali (2004), menurut Kotter & Schlesinge (1979) ada beberapa strategi dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan, yaitu komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi dan paksaan. menunjukkan kontinum dari sebelah kiri yang cenderung dapat diajak mengerti lebih mudah, sampai paling kanan yang harus dipaksa melalui sejumlah teknik (lihat gambar 4).
Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam menghadapi perubahan organisasi adalah adanya hambatan-hambatan lain yang sering tidak disadari oleh manajer dan bahkan terabaikan. Hambatan tersebut muncul berkenaan dengan hubungan antara anggota dengan organisasi yang dinamai Strebel (1996) sebagai "personal compacts". Dimensi yang meliputi hubungan antara anggota dengan organisasi dibagi dalam tiga dimensi antara lain dimensi formal, psychological dan social.
Dimensi formal merupakan aspek yang berkaitan dengan hubungan antara employees dengan employers yang disebutkan dan dijelaskan secara formal. Bagaimana employees dan employer berkomitmen membagi tugas dan tanggung jawab mereka terhadap satu dengan yang lainnya. Dimensi psychological merupakan hubungan antara employees dengan employers. Hubungan ini lebih didasari pada aspek psikologis atau bahkan moral yang tidak ada tuntutan secara formal bila salah satu tidak melaksanakan komitmen mereka. Sedangkan dimensi social lebih menekankan bagaimana employers mensosialisasikan nilai-nilai organisasi dalam praktik manajemen dan bagaimana employees mempersepsikan nilai-nilai tersebut dalam beliefs mengenai bagaimana organisasi dapat bekerja dengan baik.
Ketiga personal compact tersebut akan menjadi hambatan dalam proses perubahan organisasi jika tidak ikut direvisi atau dirubah. Perubahan personal compact harus seiring dengan perubahan organisasi yang diinginkan sehingga hal ini tidak lagi menjadi hambatan tetapi justru akan menjadi suatu dorongan atau kekuatan. Perubahan atau revisi dari personal compact ini meliputi tiga fase yang tidak boleh dilupakan. Pertama, pemimpin harus memperhatikan arah perubahan personal compact yang dibutuhkan. Kedua, pemimpin juga harus berinisiatif menemukan cara-cara dalam melakukan proses untuk dapat merubah personal compact ke yang baru. Akhirnya, pemimpin juga harus mengikat komitmen mereka dengan peraturan-peraturan formal dan informal yang baru.
MOBILIZING COMMITMENT AND CHANGE SYSTEM AND STRUCTURE SEBAGAI UPAYA MEMFASILITASI LINGKUNGAN DAN INFRA-STRUKTUR YANG MENDUKUNG PERUBAHAN
Perubahan organisasi dilakukan agar organisasi menjadi lebih adaptif dalam menghadapi perubahan lingkungan. Structure, system, style, staff, skill, dan share value harus mampu menunjukkan fleksibilitas, dan bukannya stabilitas. Informasi harus mampu diakses sampai pada tingkatan yang paling rendah. Anggota organisasi harus mampu diberdayakan dengan struktur, sistem, dan management style untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang sebelumnya tidak mampu diakses (Berr; 1987).
Komunikasi diupayakan untuk lebih terbuka lebar, bukan saja bersifat top-down tetapi juga bersifat bottom-up. Adanya dukungan dan sikap terbuka dari seorang pemimpin akan mampu memotivasi dan memberikan dorongan kepada anggota dalam melakukan perubahan dan individu menjadi tidak takut akan kegagalan. Fungsi-fungsi manajemen sumberdaya manusia yang lebih humanis, yang mampu menyejajarkan antara organization win dan employee win, dapat mendukung proses perubahan organisasi lebih baik.
MONITORING PROCESS AND MAKING LAST CHANGE: MEYAKINKAN PROSES PERUBAHAN BERJALAN DENGAN BAIK
Adanya pengawasan terhadap proses yang berlangsung dapat menjadikan proses perubahan lebih terarah sesuai tujuan yang diinginkan. Untuk itu dibutuhkan adanya target kinerja yang spesifik dan pengukurangnya. Hal ini mempunyai beberapa tujuan antara lain (Moran, J.W., dan Brightman, B. K.; 2000): 1) Membantu membuat perubahan lebih dapat dilihat dalam kacamata kinerja individu dan kinerja organisasi. Hal ini akan menimbulkan motivasi tersendiri bagi anggota organisasi, 2) Menjadikan hasil sebagai arahan, akan dapat memberikan individu perasaan untuk lebih maju dan berkembang, 3) Dengan menekankan pada spesifik kinerja yang dibutuhkan, akan dapat membantu dalam mengetahui individu yang menolak perubahan. Sehingga proses adaptasi menjadi lebih cepat, 4) Pengukuran hasil cenderung mendorong adanya kejelasan mengenai perubahan sehingga organisasi dapat memfokuskan pada hal yang lain.
2.7 Keseimbangan Organisasi.
Keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional bervariasi dari orang ke orang dan organisasi di mana ia bekerja. Ketika seorang individu tidak menjaga keseimbangan dan bekerja terlalu banyak dalam pengaturan organisasi, hal ini dapat menyebabkan dia beberapa medis, psikologis dan konsekuensi perilaku, sebagai hasil produktivitas nya juga akan rendah. Penelitian telah menunjukkan bahwa kehidupan kerja stres adalah berbahaya kepada karyawan. Terlambat duduk dan bekerja terlalu banyak dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam pribadi seseorang dan kehidupan profesional, namun ada beberapa teknik untuk mengelola stres kehidupan kerja misalnya manajemen waktu, tugas manajemen, relaksasi, jam kerja yang fleksibel, bekerja dari rumah dan latihan keseimbangan kehidupan kerja dan lain-lain meningkatkan kesehatan individu, kepuasan kerja, komitmen, keterlibatan dan mengurangi ketidakhadiran dan presenteeism (negara bagian kehadiran fisik tapi tidak produktif). Terlepas dari kemajuan dalam perbaikan kehidupan kerja menjaga keseimbangan, masih ada lagi yang bisa dilakukan.
Salah satu faktor penting adalah sejauh mana keseimbangan kehidupan kerja pada umumnya berlaku di seluruh hirarki organisasi. Mereka yang lebih rendah di hirarki organisasi adalah beberapa kali tidak berhak untuk beberapa manfaat atau kurang informasi tentang kebijakan perusahaan yang relevan. Keseimbangan kehidupan kerja dapat membantu pengusaha dan karyawan untuk menjadi sehat dan produktif dalam kehidupan pribadi dan profesional.
“Saldo tidak lebih baik manajemen waktu, tapi lebih baik pengelolaan batas. Neraca berarti membuat pilihan dan menikmati pilihan-pilihan.” – Betsy Jacobson.
Bagi sebagian orang menghabiskan lebih banyak waktu dalam organisasi yang lebih penting daripada waktu yang mereka habiskan di rumah. Namun, ada orang-orang yang mengutamakan kehidupan pribadi dan keluarga. Dalam era teknologi ini, beberapa organisasi juga menawarkan jam kerja yang fleksibel. Satu dapat membawa laptop, PDA, berry hitam dan terhubung dengan pemasok, venders melalui internet 24 jam sehari. Begitu ia mendapat permintaan apapun, ia menanggapi itu. Ada beberapa pekerjaan-pecandu alkohol yang membawa laptop dan PDA mereka untuk liburan dan menghadapi gangguan dari istri mereka sementara memeriksa email.
Orang-orang lebih tertarik mencari pekerjaan yang memberikan fleksibilitas di tempat kerja mereka. Pengaturan yang diperlukan untuk keseimbangan kehidupan kerja yang diperlukan oleh semua pekerja pada waktu yang berbeda dalam hidup mereka karena saldo instrumental dalam inisiatif kualitas dengan mempersiapkan seorang individu menghadapi perubahan. Seorang individu dapat memberikan yang terbaik hanya dalam lingkungan yang kondusif misalnya siswa mau belajar dan bekerja pada waktu yang sama; orangtua ingin punya waktu dengan anak-anak mereka dan mendekati pensiun pekerja yang lebih tua mempunyai kesempatan untuk tinggal di pengurangan jam kerja. Kebanyakan pengusaha dan karyawan setuju bahwa tujuan-tujuan organisasi yang lebih penting, sehingga kewajiban majikan untuk membantu orang dalam kehidupan kerja seimbang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tidak ada sesuatu yang tidak berubah, semua pasti akan mengalami suatu perubahan. Begitu juga dengan organisasi, yang harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dibutuhkan suatu perencanaan dalam proses perubahan, sehingga perubahan menjadi lebih terarah. Pemahaman mengenai perubahan dapat dilihat melalui perspektif manajemen perubahan. Pertanyaan-pertanyaan yang mucul dari perspektif manajemen perubahan dapat memberikan jawaban bahwa perubahan harus dilakukan.
Manajemen perubahan tidak menyarankan untuk menunggu sampai muncul dorongan yang kuat akan perubahan, namun kondisi organisasi yang selalu siap melakukan perubahan harus diciptakan. Segala penolakan dan hambatan untuk berubah harus dieliminir terlebih dahulu. Sehingga dengan begitu pemimpin perubahan akan lebih mudah menciptakan lingkungan yang lebih mendukung adanya perubahan. Melalui kombinasi tindakan strategi dengan fase organisasi dalam sigmoid curve dapat memberikan arahan dalam mengelola perubahan. Bagi seorang pemimpin, critical succes factor dapat menjadi landasan dalam mengelola perubahan. Dengan memperhatikan berbagai dimensi dalam perspektif manajemen perubahan tersebut diharapkan proses perubahan menuju kesuksesan.
3.2 Saran
Pertumbuhkembangan IPTEK ,sosial,ekonomi,dan lingkungan menimbulkan permasalan yang harus dihadapi organisasi menjadi semakin luas dan kompleks. Permasalahn tersebut terus berkembang sesuai percepatan perubahan yang terjadi.
Situasi yang terjadi menjadikan pembelajaran bahwa permasalahan tidak tumbuh secara linier, dimana banyak sekali hal-hal yang tidak pernah diduga sebelumnya. Dengan demikian organisasi dituntut untuk terus menerus mempersiapkan dirinya mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Maka dari itu kita harus mengikuti perkembangan zaman agar organisasi kita tidak mengalami kemunduran .
DAFTAR PUSTAKA.
Adefauji.blogspot.com/.../teori-organisasi-terhadap-perubahan-dan.ht... diakses 11-11-2011
Http:// fia_ s1unipdu. Blogspot.com diakses 11-11-2011
Http:// hasbulloh.multiply.com diakses 11-11-2011
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry, Behavioral diakses 1/1/2012
Maramis, W.F., 1980, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Univeristy Press, Surabaya.
Vivien : Stress, Indoskripsi.com diakses 1/1/2012
Vivien : Stress, Indoskripsi.com diakses 1/1/2012
0 komentar: